Tuesday, January 14, 2020

Masalah dalam Pembelajaran Matematika

Dosen Pengampu: 
Prof. Marsigit, M.A (Yogyakarta State University)
Prof. Ruyu Hung, Ph.D (National Chiayi University)


Marsigit Philosophy 2019 Yogi
Masalah dan Permasalahan dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar 


No.
Masalah dalam Pembelajaran Matematika di SD
Sudut Pandang filsafat
Filsafat
1
Matematika menjadi pelajaran paling ditakuti/dibenci oleh siswa di sekolah dasar.

Matematika adalah Ratu dan Pelayan Ilmu. Carl Friedrich Gauss mengatakan matematika   sebagai ratunya ilmu pengetahuan. Matematika adalah sumber dari ilmu yang lain dan pada perkembenagannya tidak tergantung pada ilmu lain. Matematika sebagai pelayan ilmu diartikan bahwa matematika berisikan pengetahuna dan keterampilan dasar yang akan digunakan dalam bidang ilmu yang lain.
Contoh :
a) Penemuan dan pengembangan Teori Mendel dalam Biologi melalui konsep propabolitas.
b) Perhitungan dengan bilangan imajiner digunakan untuk memecahkan masalah tentang kelistrikan.
c) Dalam ilmu kependudukan, matematika digunakan untuk memprediksi jumlah penduduk dll.
d) Dengan matematika, Einstein membuat rumus yang dapat digunakan untuk menaksir jumlah energi yang dapat diperoleh dari ledakan atom.
e) Dalam ilmu pendidikan dan psikologi, khususnya dalam teori belajar, selain digunakan statistik juga digunakan persamaan matematis untuk menyajikan teori atau model dari penelitian.

Idealism
2
Kepercayaan diri siswa rendah, takut untuk berpikir berbeda dengan buku teks atau penjelasan guru.
Belajar dalam pandangan filsafat adalah belajar mengenai yang ada dan yang mungkin   ada. Dengan memiliki banyak fakta, seseorang tidak boleh merasa lebih baik dari orang lain atau sebaliknya. Seringkali siswa merasa kurang percaya diri dengan kemampuannya sendiri dan takut untuk memberikan pendapat yang berbeda. Hal ini diperparah oleh instrument penilaian yang hanya ingin mengukur jumlah fakta yang diperoleh siswa tanpa melihat hubungan konsep antar fakta tersebut. Siswa terpaksa menghafal banyak fakta agar memperoleh nilai yang cukup dalam pembelajaran matematika.
Idealism
3
Siswa hanya mengikuti bagaimana guru menyelesaikan soal, bukan mencoba mengkonstruk sendiri pengetahuan mereka.
Johnson dan Rising (1972) mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logic dengan Bahasa yang terdefinisi secara jelas, cermat dan akurat. Secara etimologis (Elea Tinggih, 1972:5) matematika diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Artinya siswa tidak akan dapat memahami materi matematika jika tidak didahului dengan proses berpikir /bernalar.
Secara epistimologi, matematika berasal dari Bahasa Yunani, yaitu mathematika yang berarti bertalian dengan pengetahuan. Merunut kata manthanein  dalam Bahasa Yunani yang berarti belajar, memperoleh kesimpulan bahwa matematika merupakan pengetahuan dari proses belajar. 
Konstruktivism
4
Pembelajaran matematika berpusat pada buku teks.
Secara ontology, objek penelaahan ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh pencaindra manusia/ empiris (dalam Suriasumantri, 1997:5).

Secara epistemology, ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode ilmiah (dalam Suriasumantri, 1997:9).
Dalam pendangan lama, pengetahuan itu sudah ada sebagai suatu fakta atau kenyataan.   Orang yang ingin mengetahui tinggal datang untuk menemukan pengetahuan itu. Shapiro (dalam Suparno, 1997:13) menyatakan bahwa pengetahuan itu ada di sana, sedang menantikan untuk ditemukan. Francis Bacon menawarkan konsep pengetahuan ilmiah sebagai proses induksi, yaitu ditemukan lewat pengamatan yang systematis yang olehnya disebut dengan metode ilmiah.
Dalam pendekatan konstruktivisme pengetahuan dipandang sebagai suatu konstruksi orang yang sedang mengetahui (Shapiro, 1997:14). Shapiro memberikan contoh tentang cahaya, dimana objek cahaya ketika diamati Thomas Young didefinisikan sebagai gelombang karena memiliki sifat gelombang. Namun berdasarkan Plank dan Einstein cahaya didefinisikan sebagai paket yang berbeda dibandingkan gelombang.  Berdasarkan dua konsep tersebut diperoleh persamaan bahwa dengan tidak memberikan motivasi siswa untuk aktif di kelas secara tidak langsung akan menghambat proses belajar siswa.
Konstruktivism
5
Siswa seringkali hanya dituntut untuk menghafalkan, karena tidak diberikan waktu membangun konsep mereka sendiri.

6
Siswa pasif di kelas, motivasi untuk mengakhiri pelajaran sangat tinggi.

7
Tujuan pembelajaran hanya terpusat pada pemerolehan nilai, bukan pencapaian kompetensi siswa. Sehigga banyak siswa yang curang dalam tes evaluasi.

Menurut pendekatan konstruktivisme, belajar merupakan proses siswa mengkonstruksi konsep pengetahuan dengan mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman yang telah dipelajari atau dikenal dengan membentuk makna. Siswa dalam dewasa ini sering dianalogikan sebagai sebuah gelas kosong yang diisi oleh guru atau dalam Paolo Fiere dikenal sebagai Pendidikan gaya bank. Hal ini akan mengarahkan proses evaluasi sebagai cara mengukur berapa banyak jumlah air atau uang yang ditabung siswa. Dalam Shapiro (1997, 61) dikatakan belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. Fosnot (1996) menyatakan bahwa belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu sendiri. 

8
Evaluasi pembelajaran matematika belum mendeskripsikan seluruh aspek pada diri   siswa. 

9
Disposisi, kepercayaan diri atas kemampuan matematika guru rendah.
KH. Maimun Zubair menyatakan “Jadi guru itu tidak usah punya niat bikin pintar orang. Nanti kamu hanya marah-marah ketika melihat muridmu tidak pintar. Ikhlasnya jadi hilang. Yang penting niat menyampaikan ilmu dan mendidik yang baik. Masalah muridmu kelak jadi pintar atau tidak, serahkan kepada Allah. Didoakan saja terus menerus agar muridnya mendapat hidaya.” Dalam pernyataan penuh filosofi KH. Maimun Zubair mengandung banyak arti. Beliau menyampaikan bahwa guru bukan merupakan factor utama penentu keberhasilan siswa, karena siswa merupakan subjek pembelajaran. Guru tidak boleh marah ketika mendapati kekurangan dari siswa, namun mencari cara untuk mengatasi masalah tersebut dengan cara menyampaikan ilmu dan mendidik dengan baik serta berdoa kepada Allah SWT.

10
Siswa Indonesia banyak menjuarai olimpiade matematika, namun perkembangan pengetahuan, teknologi dan informasi sangat rendah.
Einstein ketika memberikan perkuliahan di California Institute of Technology (dalam Suriasumatri, 1997:35) menyatakan “Dalam peperangan ilmu menyebabkan kita saling meracun dan saling menjagal. Dalam perdamaian dia membuat hidup kita dikejar waktu dan penuh tak tentu… Mengapa ilmu yang amat indah ini, yang menghemat kerja dan membuat hidup lebih mudah, hanya membawa sedikit sekali kebahagiaan kepada kita? Pernyataan Einstein menyentuh dua aspek filsafat, yaitu axiology dan ontology. Pernyataan Einstein tersebut membuat kita bertanya kembali, apa kegunaan ilmu, lebih khusus lagi apa kegunaan matematika itu?
Ilmu adalah bersifat netral, tergantung pemilik yang harus bersikap dengan kekuatan ini. Francis Bacon menyatakan bahwa pengetahuan adalah kekuasaan. Kekuasaan ini dapat menghancurkan sebuah bangsa dan mungkin mensejahterakannya. Hal ini memuat kita sadar pentingnya karakter dalam   Pendidikan di Indonesia, sebagai arah perkembangan ilmu dan teknologi. 



           https://powermathematics.blogspot.com/
                     Marsigit
                     Marsigitism
                     Marsigit Filsafat
                     Marsigit Filsafat 2019
                     Marsigit Philosophy
                     Marsigit Philosophy 2019

No comments:

Post a Comment

Silahkan komentar di sini

THE CONCEPT AND APPLICATION OF “GAME” IN PRIMARY SCHOOL

THE GROUNDED THEORY STUDY: THE CONCEPT AND APPLICATION OF “GAME” IN PRIMARY SCHOOL IN THE INDUSTRIAL ERA 4.0 (KONSEP DAN APLIKASI "PE...