1. Pengertian Pengukuran
Menurut Cangelosi (1995) yang dimaksud dengan pengukuran (Measurement) adalah suatu proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal ini pendidik menaksir prestasi siswa dengan membaca atau mengamati apa saja yang dilakukan siswa, mengamati kinerja mereka, mendengar apa yang mereka katakan, dan menggunakan indera mereka seperti melihat, mendengar, menyentuh, mencium, dan merasakan. Pengukuran memiliki dua karakteristik utama yaitu: 1) penggunaan angka atau skala tertentu; 2) menurut suatu aturan atau formula tertentu.
Pengukuran (Measurement) merupakan proses yang mendeskripsikan performance siswa dengan menggunakan suatu skala kuantitatif (sistem angka) sedemikian rupa sehingga sifat kualitatif dari performance siswa tersebut dinyatakan dengan angka-angka. Pernyataan tersebut diperkuat dengan pendapat yang menyatakan bahwa pengukuran merupakan pemberian angka terhadap suatu atribut atau karakter tertentu yang dimiliki oleh seseorang, atau suatu obyek tertentu yang mengacu pada aturan dan formulasi yang jelas. Aturan atau formulasi tersebut harus disepakati secara umum oleh para ahli. Dengan demikian, pengukuran dalam bidang pendidikan berarti mengukur atribut atau karakteristik peserta didik tertentu.
2. Pengertian Penilaian
Menurut Firman (2000:15), penilaian merupakan proses penentuan informasi yang dilakukan serta penggunaan informasi tersebut untuk melakukan pertimbangan sebelum keputusan. Suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar, baik menggunakan tes dan non tes. Penilaian (assessment) adalah penerapan
berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta didik. Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut.
Penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah mempermasalahkan, bagaimana pengajar (guru) dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Pengajar harus mengetahui sejauh mana pebelajar (learner) telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai. Tingkat pencapaian kompetensi atau tujuan instruksional dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan itu dapat dinyatakan dengan nilai.
3. Pengertian Evaluasi
Evaluasi menurut Firman (2000:18) merupakan penilaian terhadap data yang dikumpulkan melalui kegiatan asesmen. Sementara itu menurut Calongesi (1995) evaluasi adalah suatu keputusan tentang nilai berdasarkan hasil pengukuran. Calengosi (1995) juga menyatakan bahwa evaluasi dapat dinyatakan sebagai suatu proses pengambilan keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar, baik yang menggunakan instrumen tes maupun non tes.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa evaluasi adalah pemberian nilai terhadap kualitas sesuatu. Selain dari itu, evaluasi juga dapat dipandang sebagai proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan. Dengan demikian, Evaluasi merupakan suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa (Purwanto, 2002:55).
Arikunto (2003:2) mengungkapkan bahwa evaluasi adalah serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mengukur keberhasilan program pendidikan. Purwanto (2002:58) dalam hal ini lebih meninjau pengertian evaluasi program dalam konteks tujuan yaitu sebagai proses menilai sampai sejauhmana tujuan pendidikan dapat dicapai. Menurut Gufron (2010), evaluasi kurikulum adalah proses pembuatan pertimbangan berdasarkan seperangkat kriteria yang disepakati dan dapat dipertanggungjawabkan untuk membuat keputusan mengenai suatu kurikulum. Evaluasi kurikulum mempersoalkan worth/value dan marit kurikulum yang berlaku.
4. Karakteristik Instrumen (Assessment)
Instrumen evaluasi belajar hendaknya memenuhi syarat sebelum digunakan untuk mengevaluasi atau mengadakan penilaian agar terhindar dari kesalahan dan hasil yang tidak valid (tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya). Alat evaluasi yang kurang baik dapat mengakibatkan hasil penilaian menjadi tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Jika terjadi demikian perlu ditanyakan persyaratan instrumen yang digunakan menilai sudah sesuai dengan kaidah-kaidah penyusunan instrumen. (Arikunto, 2003)
Instrumen evaluasi yang baik memiliki ciri-ciri dan harus memenuhi beberapa kaidah antara lain:
a. Validitas
Sebuah alat pengukur dikatakan valid apabila alat pengukur tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur secara tepat. Demikian pula dalam alat-alat evaluasi. Suatu tes dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila tes tersebut betul-betul dapat mengukur hasil belajar. Beberapa macam kriteria validitas, yaitu:
1) Validitas isi (Content validity)
Pengujian jenis validitas ini dilakukan secara logis dan rasional karena itu disebut juga rational validity atau logical validity. Batasan konten validity ini menggambarkan sejauh mana tes mampu mengukur materi yang telah
diberikan. Dengan demikian suatu tes hasil belajar disebut memiliki validitas tinggi secara konten, bila tes tersebut sudah dapat mengukur sampel yang representatif dari materi pelajaran yang diberikan dan perubahan-perubahan perilaku yang diharapkan terjadi pada siswa.
2) Validitas ramalan (predictive validity)
Validitas ramalan artinya ketepatan suatu alat pengukur ditinjau dari kemampuan tes tersebut untuk meramalkan prestasi yang dicapainya kemudian. Suatu tes hasil belajar dapat dikatakan mempunyai validitas ramalan yang tinggi, apabila hasil belajar yang dicapai oleh siswa dalam tes tersebut betul-betul meramalkan sukses tidaknya siswa dalam pelajaran-pelajaran yang akan dating. Cara yang digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya validitas ramalan adalah dengan mencari korelasi antara nilai-nilai yang dicapai oleh siswa dalam tes tersebut dengan nilai- nilai yang dicapai kemudian.
3) Validitas bandingan (Concurent validity)
Kejituan suatu tes dilihat dari korelasinya terhadap kecakapan yang telah dimiliki saat ini secara riil. Cara yang digunakan untuk menilai validitas bandingan iangan dengan mengkorelasikan hasil-hasil yang dicapai dalam tes tersebut dengan hasil- hasil yang dicapai dalam tes sejenis yang telah diketahui mempunyai validitas yang tinggi (misalnya tes standar).
4) Validitas konstruk (Constuct validity)
Yaitu ketepatan suautu tes ditinjau dari susunan tes tersebut. Misalnya kalau kita ingin memberikan tes kecakapan ilmu pasti, kita harus membuat soal yang ringkas dan jelas yang benar-benar akan mengukur kecakapan ilmu pasti, bukan mengukur kemampuan bahasa karena soal itu ditulis secara berkepanjangan dengan bahasa yang sulit dimengerti.
b. Reliabilitas
Reliabilitas suatu tes menunjukan atau merupakan sederajat ketetapan, keterandalan atau kemantapan (the level of consistency) tes yang bersangkutan dalam mendapatkan data (skor) yang dicapai seseorang, apabila tes tersebut diberikan kepadanya pada kesempatan (waktu) yang berbeda., atau dengan tes yang pararel (eukivalen) pada waktu yang sama. Atau dengan kata lain sebuah tes dikatakan
reliabel apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukan ketetapan, keajegan, atau konsisten. Artinya, jika kepada para siswa diberikan tes yang sama pada waktu yang berlainan, maka setiap siswa akan tetap berada dalam urutan (ranking) yang sama dalam kelompoknya.
c. Objektivitas
Hal ini terutama pada sistem skoringnya, apabila dikaitkan dengan reliabilitas maka obyektivitas menekankan ketetapan pada sistem skoring, sedangkan reliabilitas menekankan ketetapan dalam hasil tes. Ada dua faktor yang mempengaruhi subjektivitas dari sesuatu tes yaitu bentuk tes dan penilaian.
d. Praktibilitas
1) Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes itu bersifat praktis, mudah untuk pengadministrasiannya. Tes yang praktis adalah tes yang: Mudah dilaksanakannya; misalnya tidak menuntut peralatan yang banyak dan memberi kebebasan kepada siswa untuk mengerjakan terlebih dahulu bagian yang dianggap mudah oleh siswa.
2) Mudah memeriksanya artinya bahwa tes itu dilengkapi dengan kunci jawaban maupun pedoman skoringnya. Untuk soal yang obyektif, pemeriksaan akan lebih mudah dilakukan jika dikerjakan oleh siswa dalam lembar jawaban. Dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas sehingga dapat diberikan/ diawali oleh orang lain.
e. Ekonomis
Yang dimaksud dengan ekonomis ialah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan ongkos/biaya yang mahal, tenaga yang banyak dan waktu yang lama, baik untuk memproduksinya maupun untuk melaksanakan dan mengolah hasilnya. Dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria tersebut, sewajarnya dapat dihasilkan alat tes (soal-soal) yang berkualitas yang memenuhi syarat-syarat dibawah ini :
1) Shahih (valid), yaitu mengukur yang harus diukur, sesuai dengan tujuan,
2) Relevan, dalam arti yang diuji sesuai dengan tujuan yang diinginkan,
3) Spesifik, soal yang hanya dapat dijawab oleh peserta didik yang betul-betul belajar dengan rajin.
4) Tidak mengandung ketaksaan (tafsiran ganda). harus ada patokan; tugas ditulis konkret. Apa yang harus diminta; harus dijawab berapa lengkap.
5) Representatif, soal mewakili materi ajar secara keseluruhan.
6) Seimbang, dalam arti pokok-pokok yang penting diwakili, dan yang tidak penting tidak selalu perlu.
Marsigit
Marsigitism
Marsigit Filsafat
Marsigit Filsafat 2019
Marsigit Philosophy
Marsigit Philosophy 2019
No comments:
Post a Comment
Silahkan komentar di sini